Kamis, 24 Juli 2014

Menghayati Pancasila sebagai Pandangan Hidup Dalam Bermasyarakat dan Bernegara

Latar Belakang Masalah
Pandangan hidup adalah sesuatu yang wajib dimiliki oleh setiap orang, begitu juga dengan berbangsa dan bernegara. Suatu negara harus memiliki pandagan hidup agar negara tersebut dapat berdiri dengan kokoh dengan tujuan yang jelas.Indonesia memiliki Pancasila yang dibuat dengan tujuan agar masyarakatnya mengikuti setiap nilai-nilai yang terdapat didalam Pancasila. Tidak hanya untuk diikuti tapi juga diterapkan dan dijadikan sebagai dasar dan pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka masalah yang muncul kemudian adalah:
1.      Gejala-gejala apa saja yang akan timbul apabila kita menyikapi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
2.      Apa pengaruh Pancasila dalam kehidupan bermaysrakat?

Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan baru yang mendasar dan menyeluruh mengenai cara memahami dan menyadari pentingnya nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan bersikap positif terhadap nilai-nilai luhur itu dalam kehidupan sehari-hari.


 PEMBAHASAN
Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Kehidupan berbangsa pada dasarnya adalah cara hidup berbangsa. Dalam hal ini, merujuk pada cara hidup yang menampilkan perilaku membina, memperbaiki, dan membangun bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Adapun tantangan hidup berbangsa, yang datang dari dalam bangsa Indonesia sendiri, antara lain adalah munculnya gejala seperti:
·         Kecenderungan mementingkan kelompok sendiri (primordialisme),
·         Lunturnya sikap cinta tanah air dan cinta bangsa sendiri; menipisnya solidaritas dengan sesame warga sebangsa.
Sedangkan ancaman hidup berbangsa, yang datang dari luar bangsa Indonesia, antara lain adalah munculnya gejala seperti:
a.       Derasnya arus informasi dan budaya asing yang tidak sesuai dengan jati-diri budaya bangsa;
b.      Adanya upaya-upaya asing untuk memecah belah persatuan bangsa
c.       Adanya kejahatan lintas negara yang dapat merusak kehidupan bangsa seperti terorisme, narkoba, dan perdagangan manusia.
Tanpa identitas dan nilai-nilai bersama, bangsa Indonesia akan makin tercerai berai akibat makin menggejalanya sikap kesukuan (primordialisme) dan gempuran budaya asing.
            Identitas dan nilai-nilai bersama itulah yang disediakan oleh Pancasila. Melalui Pancasila, seluruh warga bangsa yang memiliki latar belakang beragam itu bisa menghayati kebersamaan.
            Kehidupan bernegara pada dasarnya adalah cara hidup bernegara. Dalam hal ini, merujuk pada cara hidup yang menampilkan perilaku membina, memperbaiki dan membangun negara berdasarkan Pancasila. Cara hidup seperti itu meliputi, antara lain kesediaan untuk:
a.       Menjaga dan mempertahankan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.      Menggunakan hak dan melaksanakan kewajiban sebagai warga negara;
c.       Berpartisipasi dalam berbagai proses dan tahapan penyelenggaraan negara secara bertanggung jawab.
Adapun tantangan hidup bernegara yang datang dari dalam negara Indonesia sendiri, antara lain adalah munculnya gejala, seperti:
·         Kecenderungan mementingkan daerah sendiri (regionalism/daerahisme);
·         Korupsi yang merajalela di berbagai sector kehidupan negara;
·         Masih rendahnya kesadaran hukum di kalangan penyelenggara negara maupun masyarakat;
Pancasila dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen sebagai dasar pengelolaan negara, baik melalui kegiatan pengelolaan negara yang dilakukan oleh penyelenggara negara maupun partisipasi warga negara.

 Pancasila Dalam Kehiduapan Bermasyarakat
            Masyarakat Indonesia ditandai oleh keanekaragaman, baik keanekaragaman yang bersifat vertical maupun horizontal.
            Keanekaragaman dalam dimensi vertical berarti keragaman masyarakat berdasarkan kekuasaan, dan ekonomi.
            Sedangkan keanekaragaman dalam dimensi horizontal berarti keragaman masyarakat berdasarkan budaya. Keanekaragaman masyarakat dalam dimensi horizontal ini sering disebut dengan istilah masyarakat majemuk.
            Konflik dalam masyarakat majemuk tak jarang menyangkut nilai-nilai dasar masyarakat. Dalam konflik semacam itu, para pelaku konflik umumnya melihat konflik sebagai ‘pertikaian habis-habisan’.
            Jadi, harus disadari bahawa kondisi keanekaragaman masyarakat Indonesia di satu sisi merupakan kekayaan; namun disisilain, potensial menimbulkan konflik. Bahkan, potensi tersebut telah berkali-kali muncul menjadi kenyataan.
            Keanekaragaman Indonesia ternyata berpotensi menimbulkan konflik. Pancasila berfungsi perlu didayagunakan. Dalam hal ini, Pancasila berisi nilai-nilai dasar sebagai landasan untuk mewujudkan kesatuan masyarakat.
            Pancasila perlu diresepkan oleh segenap warga masyarakat, sehingga mewarnai kehidupan konkret dalam bermasyarakat. Dengan begitu, kehidupan sehari-hari berbagai kelompok masyarakat makin menjauh dari kecenderungan alamiahnya, yaitu memupuk perasaan in-group, etnosentrisme, dan eksklusivme.
            Dengan demikian, meresepkan Pancasila berarti menyadari, menghayati dan melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bersama di masyarakat, sesuai dengan tantangan zaman.
            Adapun tantangan yang cukup menonjol dalam kehidupan masyarakat Indonesia sekarang ini, sebagaimana bisa kita ketahui dari pemberitahuan media massa, terutama adalah lima hal berikut:
a.       Masih lemahnya kesediaan berbagai kelompok untuk menghargai keanekaragaman masyarakat;
b.      Adanya gejala pemaksaan kehendak oleh beberapa kelompok masyarakat kepada ;
kelompok lain, kadang melalui kekerasan dan tindakan anarkis;
c.       Masih kurangnya wadah untuk mewujudkan dialog dan kerja sama natarkelompok masyarakat demi terciptanya harmoni;
d.      Masih banyaknya kelompok masyarakat miskin dan pengangguran;
e.       Kepedulian sosial masyarakat kaya terhadap masyarakat miskin belum memadai, sehingga memunculkan kecemburuan sosial.
Kelima tantangan tersebut menjadi ujian bagi masyarakat Indonesia dalam meresapkan Pancasila.

PENUTUP
  Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat tarik kesimpulan sebagai berikut:
Pancasila berfungsi sebagai paradigma pembanguan, yaitu sebagai acuan, kiblat dan pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan. Kehiduapan bernegara pada dasarnya adalah cara hidup berbangsa. Dalam hal ini, merujuk pada cara hidup yang menampilkan perilaku membina, memperbaiki, dan membangun bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Masyarakat Indonesia ditandai oleh keanekaragaman, baik itu keanekaragaman dalam dimensi vertical maupun horizontal

REFERENSI

Franz Magnis-Suseno. 2001. Kuasa dan Moral. Jakarta : Gramedia
A.M.W. Pranarka. 1985. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta: CSIS
Sapto. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan SMP/MTS Kelas VIII. Jakarta: PT. Phibeta Aneka Gama

DENDRY RENOVALDIO
12113164
1KA07

Prinsip Moral Untuk Membentuk Pribadi Yang Kuat

Latar Belakang Masalah
          Dengan berkembang pesatnya dunia teknologi dan di tuntut untuk menjadi pribadi yang intelektual, prinsip moral pun di perlukan untuk menjadikan pribadi yang kuat dan intelektual, moral merupakan ajaran baik atau buruk mengenai suatu perbuatan dan ide – ide mengenai tingkah laku hidup. Dengan demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku. Seseorang dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai – nilai norma yang di junjung tinggi oleh masyarakat. Nah permasalahan nya moral pada era sekarang era globalisasi ini telah menyimpang dari ajaran ‘  agama dan tingkah laku di masyarakat, sekarang cenderung mengikuti budaya – budaya  barat, di bandingkan dengan budaya indonesia yang bisa dikatakan unik dan beragam ini,

Pembahasan
          Bagaimana menjadikan pribadi yang kuat dan memiliki prinsip moral yang kuat?

 PRINSIP-PRINSIP MORAL DASAR
Pengertian Moral
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti kebiasaan. Dalam kamus Umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut. Moral dalam istilah dipahami juga sebagai (1) prinsip hidup yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk. (2) kemampuan untuk memahami perbedaan benar dan salah. (3) ajaran atau gambaran tentang tingkah laku yang baik.
Untuk mengukur tindakan manusia secara moral, Tolak ukurnya adalah Prinsip-Prinsip Moral Dasar, berikut ini adalah prinsip-prinsip dari moral dasar tersebut :

a. Prinsip Sikap Baik
Kesadaran inti utilitarisme ialah bahwa kita hendaknya jangan merugikan siapa saja, jadi bahwa sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap yang positif dan baik. Prinsip utilitarisme, bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita bagi siapa saja yang terkena olehnya memang hanya masuk akal, kalau sudah diandaikan bahwa kita harus bersikap baik terhadap orang lain.
Dengan demikian prinsip moral dasar pertama dapat kita sebut prinsip sikap baik. Prinsip itu mendahului dan mendasari semua prinsip moral lain. Baru atas tuntutan dasar ini semua tuntutan moral lain masuk akal. Kalau tidak diandaikan bahwa pada dasarnya kita harus bersikap positif terhadap orang lain.
Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan manusia. Hanya karena prinsip itu memang kita resapi dan rupa-rupanya mempunyai dasar dalam struktur psikis manusia, kita dapat bertemu dengan orang yang belum kita kenal tanpa takut. Karena sikap dasar itu kita dapat mengandaikan bahwa orang lain tidak akan langsung mengancam atau merugikan kita. Karena sikap dasar itu kita selalu mengandaikan bahwa yang memerlukan alasan bukan sikap yang baik melainkan sikap yang buruk. Jadi yang biasa pada manusia bukan sikap memusuhi dan mau membunuh, melainkan sikap bersedia untuk menerima baik dan membantu. Oleh karena itu berulang kali kita dapat mengalami bahwa orang yang sama sekali tidak kita kenal, secara spontan tidak membantu kita dalam kesusahan. Andaikata tidak demikian, andaikata sikap dasar antar manusia adalah negatif, maka siapa saja harus kita curigai, bahkan kita pandang sebagai ancaman. Hubungan antar manusia akan mati.

b. Prinsip Keadilan
Masih ada prinsip lain yang tidak termuat dalam utilitarisme, yaitu prinsip keadilan. Bahwa keadilan tidak sama dengan sikap baik, dapat kita pahami pada sebuah contoh : untuk memberikan makanan kepada seorang ibu gelandangan yang menggendong anak, apakah saya boleh mengambil sebuah kotak susu dari sepermarket tanpa membayar, dengan pertimbangan bahwa kerugian itu amat kecil, sedangkan bagi ibu gelandangan itu sebuah kotak susu dapat berarti banyak baginya. Tetapi kecuali kalau betul-betul sama sekali tidak ada jalan lain untuk menjamin bahwa anak ibu itu dapat makan, kiranya kita harus mengatakan bahwa dengan segala maksud baik itu kita tetap tidak boleh mencuri. Mencuri melanggar hak milik pribadi dan dengan demikian keadilan. Berbuat baik dengan melanggar hak pihak ketiga tidak dibenarkan.
Hal yang sama dapat juga dirumuskan dengan lebih teoritis : Prinsip kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja. Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, itu tidak hanya berlaku pada benda-benda materiil yang dibutuhkan orang : uang yang telah diberikannya kepada seseorang pengemis tidak dapat dibelanjakan bagi anak-anaknya sendiri; melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih : kemampuan untuk memberikan hati kita juga terbatas! Maka secara logis dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan yang merupakan barang langka itu harus dibagi. Prinsip itu prinsip keadilan.
Adil pada hakekatnya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Dan karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling dasariah keadilan ialah perlakuan yang sama terhadap semua orang, tentu dalam situasi yang sama. Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Suatu perlakuan yang tidak sama adalah tidak adil, kecuali dapat diperlihatkan mengapa ketidak samaan dapat dibenarkan (misalnya karena orang itu tidak membutuhkan bantuan). Suatu perlakuan tidak sama selalu perlu dibenarkan secara khusus, sedangkan perlakuan yang sama dengan sendirinya betul kecuali terdapat alasan-alasan khusus. Secara singkat keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan-tujuan, termasuk yang baik, dengan melanggar hak seseorang.




c. Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri
Prinsip ini mengatakan bahwa kita wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan faham bahwa manusia adalah person, pusat berpengertian dan berkehendak yang memiliki kebebasan dan suara hati, makhluk berakal budi. Oleh karena itu manusia tidak pernah boleh dianggap sebagai sarana semata-mata demi suatu tujuan yang lebih lanjut. Ia adalah tujuan yang bernilai pada dirinya sendiri, jadi nilainya bukan sekedar sebagai sarana untuk mencapai suatu maksud atau tujuan yang lebih jauh. Hal itu juga berlaku bagi kita sendiri. Maka manusia juga wajib untuk memperlakukan dirinya sendiri dengan hormat. Kita wajib menghormati martabat kita sendiri.
Prinsip ini mempunyai dua arah. Pertama dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, diperkosa atau diperbudak. Perlakuan semacam itu tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlakukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia dapat melawan. Kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu tidak pernah wajar, karena berarti bahwa kehendak dan kebebasan eksistensial kita dianggap sepi. Kita diperlakukan sama seperti batu atau binatang. Hal itu juga berlaku apabila hubungan-hubungan pemerasan dan perbudakan dilakukan atas nama cinta kasih, oleh orang yang dekat dengan kita, seperti oleh orang tua atau suami. Kita berhak untuk menolak hubungan pemerasan, paksaan, pemerkosaan yang tidak pantas. Misalnya ada orang yang didatangi orang yang mengancam bahwa ia akan membunuh diri apabila dia itu tidak mau kawin dengannya, maka menurut hemat saya sebaiknya diberi jawaban “silahkan!” dengan resiko bahwa ia memang akan melalukannya (secara psikologis itu sangar tidak perlu dikhawatirkan; orang yang sungguh-sungguh untuk membunuh diri biasanya tidak agresif). Adalah tidak wajar dan secara moral tidak tepat untuk membiarkan dia diperas, juga kalau kita mau diperas atas nama kebaikan kita sendiri.
Yang kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar, kita mempunyai kewajiban bukan hanya terhadap orang lain, melainkan juga terhadap diri kita sendiri. Kita wajib untuk mengembangkan diri. Membiarkan diri terlantar berarti bahwa kita menyia-nyiakan bakat-bakat dan kemampuan-kemampuan yang dipercayakan kepada kita. Sekaligus kita dengan demikian menolak untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat yang boleh diharapkannya dari kita.

Kesimpulan
Memiliki prinsip moral bagi setiap orang adalah suatu kewajiban karena disaat seseorang telah memiliki prinsip moral yang kuat maka pribadi orang tersebut juga akan sama kuatnya. Orang tersebut pasti akan dengan mudah menjalin hubungan sosial dengan lingkungan disekitarnya. Karena orang tersebut dapat menghormati dirinya sendiri, menghormati orang lain, menghargai pendapat, dan saling bantu membantu dengan orang-orang disekelilingnya. Maka itu pentingnya prinsip moral untuk membangun pribadi yang kuat sangatlah dibutuhkan oleh setiap manusia agar dirinya tidak mudah terbawa oleh pengaruh buruk dari dalam maupun luar masyarakat lainnya.

Referensi

http://prinsip-prinsipmoral.blogspot.com/

DENDRY RENOVALDIO
12113164
1KA07