CONTOH KASUS DARI
SEMUA BAB
BAB 1 : Pengantar Ilmu Sosial Dasar
setiap tahun angka perokok pada remaja semakin bertambah, terutama siswa yang masih duduk di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah ke atas. masalah seperti ini tidak bisa di biarkan begitu saja, kita semua dapat berpartisipasi agar perokok pada remaja setiap tahunnya bisa berkurang, untuk menyikapi masalah ini agar di beri penyuluhan tentang dampak buruk dan bahayanya perokok di setiap sekolah.
BAB 2 : Penduduk, Masyarakat dan Kebudayaan
BAB 1 : Pengantar Ilmu Sosial Dasar
setiap tahun angka perokok pada remaja semakin bertambah, terutama siswa yang masih duduk di bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah ke atas. masalah seperti ini tidak bisa di biarkan begitu saja, kita semua dapat berpartisipasi agar perokok pada remaja setiap tahunnya bisa berkurang, untuk menyikapi masalah ini agar di beri penyuluhan tentang dampak buruk dan bahayanya perokok di setiap sekolah.
BAB 2 : Penduduk, Masyarakat dan Kebudayaan
AKHIR Oktober lalu, kaum terpelajar asal Poso dan Morowali yang
berdiam di Sulawesi Tengah dan Jawa, khususnya yang menjadi anggota Gereja
Kristen Sulawesi Tengah (GKST), dikejutkan oleh surat pimpinan gereja mereka ke
Komisi I DPR-RI. Melalui surat bernomor MS GKST No. 79/X/2003, tertanggal 28
Oktober 2003, Pjs. MS GKST, pimpinan
gereja terbesar di Sulawesi Tengah itu mengusulkan penetapan darurat sipil di wilayah Kabupaten Poso dan Kabupaten
Morowali. Surat itu ditandatangani oleh Ketua I Majelis Sinode GKST, Pendeta
Arnold R. Tobondo dan Sekretaris I
Majelis Sinode, Lies Sigilipu-Saino.
Hasil evaluasi akhir tahun
yang dilakukan Yayasan Tanah Merdeka (YTM) sebuah LSM ternama di Sulwesi Tengah
mengungkapkan jumlah korban tewas dan cedera akibat rentetan aksi kekerasan di
daerah bekas konflik Poso sepanjang tahun 2005 meningkat tajam dibanding dua
tahun sebelumnya. Sumber : Harian sore Mercusuar Palu
Dari sedikitnya 27 kasus
tindak kekerasan yang terjadi sepanjang 2005 yaitu berupa penembakan 10 kasus,
pembunuhan 4 kasus dan pengeboman 12 kasus, mengakibatkan korban meninggal
dunia mencapai 31 orang dan luka-luka sebanyak 108 orang.
Arianto Sangaji, direktur
YTM, kepada wartawan, Rabu (28/12) kemarin, mengatakan korban manusia terbanyak
terjadi ketika dua bom berkekuatan dashyat mengguncang Tentena (kota kecil di
tepian Danau Poso) pada 28 Mei 2005 yang mengakibatkan 23 orang tewas dan 97
lainnya cedera.
Disusul pembunuhan dengan cara mutilasi di kota Poso 29 Oktober lalu yang menewaskan tiga siswi SMA setempat dan mencederai seorang lainnya.
Disusul pembunuhan dengan cara mutilasi di kota Poso 29 Oktober lalu yang menewaskan tiga siswi SMA setempat dan mencederai seorang lainnya.
Ia menjelaskan, jumlah kasus
tindakan kekerasan di wilayah Poso tahun 2005 itu beserta akibat yang ditimbulkannya
jauh meningkat dibanding keadaan dua tahun sebelumnya.
Pada tahun 2003 misalnya, total tindakan kekerasan yang terjadi di sana hanya 23 kasus dengan mengakibatkan 11 orang tewas dan 16 luka-luka, serta tahun 2004 sebanyak 22 kasus dengan 16 orang meninggal dunia dan 20 cedera.
Pada tahun 2003 misalnya, total tindakan kekerasan yang terjadi di sana hanya 23 kasus dengan mengakibatkan 11 orang tewas dan 16 luka-luka, serta tahun 2004 sebanyak 22 kasus dengan 16 orang meninggal dunia dan 20 cedera.
AKAR PERMASALAHAN:
(a). Faktor-faktor lokal:
a.1. Marjinalisasi terbalik:
Proses marjinalisasi terbalik
antara penduduk kota Poso dan penduduk pedalaman
Kabupaten Poso, yang memperlebar jurang sosial antara penduduk asli dan pendatang. Maksud saya, di pedalaman Poso tiga suku
penduduk asli yang mayoritas beragama Kristen –
yakni Lore, Pamona, dan Mori – mengalami marjinalisasi di bidang ekonomi, politik, dan budaya, sehingga dibandingkan
dengan para pendatang, mereka ini merasa tidak lagi menjadi tuan di tanahnya
sendiri. Tapi sebaliknya, di kota Poso – di lokasi di mana kerusuhan meletus
dan perusakan paling parah terjadi – adalah para turunan pendatang
dari Gorontalolah yang paling mengalami marjinalisasi dibandingkan dengan
penduduk asli yang bermukim di kota Poso, sebelum kerusuhan
1998-2000.
a.1.1. Marjinalisasi penduduk
asli beragama Kristen di pedalaman Kabupaten Poso:
Mari saya jelaskan dulu
proses marjinalisasi yang dialami oleh ketiga suku penduduk
asli yang beragama Kristen di pedalaman Kabupaten Poso. Pertama-tama, marjinalisasi ekonomi mereka alami, sebagian juga
karena strategi penginjilan oleh para misionaris
Belanda, yang kemudian diteruskan oleh GKST, yang tidak menumbuhkankelas
menengah yang mampu berwiraswasta dan bersaing dengan para pendatang. Strategi
pendidikan Zending dan kemudian GKST lebih mengfasilitasi transformasi profesi dari petani ke pegawai (ambtenaar), baik
pegawai pemerintah maupun pegawai gereja. Ini sangat berbeda dengan strategi penginjilan
di Tana Toraja dan Minahasa, di mana sudah muncul banyak pengusaha tangguh
berkaliber nasional.
a.1.2. Marjinalisasi dan
radikalisasi migran Muslim di kota Poso:
Sebelum menggambarkan proses
marjinalisasi dan sekaligus radikalisasi masyarakat migran Muslim di kota Poso,
kita perlu lebih dulu mengenal keragaman etnik penduduk
kota Poso, serta pelapisan sosial yang ada sebelum kerusuhan 1998.
Keragaman etnik penduduk kota
Poso, merupakan suatu keadaan yang sejak awal ditolerir oleh
Raja Talasa Tua (Nduwa Talasa ), penguasa adat terakhir kota Poso. Kata sang raja dalam maklumatnya yang dibacakan di kantor
raja Poso di kota Poso, tanggal
11 Mei 1947, jam 10 pagi:
Laut/Teluk Tomini tidak ada
pagarnya
Laut/Teluk Tomini tidak ada
pagarnya
Hai kamu orang Arab
Hai kamu orang Tionghoa
Hai kamu orang Jawa
Hai kamu orang Manado
Hai kamu orang Gorontalo
Hai kamu orang Parigi
Hai kamu orang Kaili
Hai kamu orang Tojo
Hai kamu orang Ampana
Hai kamu orang Bungku
Hai kamu orang Bugis – orang
Wotu
Hai kamu orang Makassar
Jika kamu tidak menaati
perintahku kamu boleh pulang baik-baik ke kampung
halamanmu karena Tana Poso
tidak boleh dikotori dengan darah
(Damanik 2003: 41).
Sementara itu, dari sudut
sosial-ekonomi, masyarakat kota Poso dapat dibagi
dalam tiga kelas, yakni (a)
kelas bawah lama; (b) kelas menengah lama; (c) kelas ataslama. Kelas bawah lama
terutama terdiri dari keturunan para migran Gorontalo yang
mayoritasnya bermukim di
Kelurahan-Kelurahan Lawanga, Bonesompe, dan Kayamanya. Profesi mereka
kebanyakan adalah nelayan dan buruh pelabuhan, yang mengalami
marjinalisasi karena pergantian kekuasaan politik nasional tahun
1965-1966 dan agak lama kemudian, pembangunan Jalan
Trans-Sulawesi.
Kelas menengah lama terutama terdiri dari komunitas-komunitas asli Poso,
Mori, dan Minahasa, yang
kebanyakan terdiri dari para
birokrat yang masih tetap juga berkebun di tanah-tanah mereka di seputar
pemukiman mereka. Sedangkan kelas atas lama terdiri dari kaum usahawan berdarah Arab dan Tionghoa.
APA YANG HARUS DILAKUKAN?
(a). Menolak penetapan status
darurat sipil bagi daerah Poso dan Morowali.
(b). Secara konsepsional,
mulai membedakan militer (TNI) dan polisi, baik institusinya maupun tugas dan
cara operasionalnya, sehingga masyarakat luas tidak lagi selalu menganggap
kedua kekuatan bersenjata itu mempunyai fungsi yang sama. Dalam sebuah negara yang demokratis dan menganut supremasi
sipil, polisi adalah bagian dari pemerintah sipil,
berada di bawah komando kepala-kepala daerah, dan tugasnya adalah menegakkan keamanan dalam negeri (internal security
). Sedangkan militer berada di
bawah komando Presiden
sebagai Kepala Negara, dan hanya bertugas mempertahankan negara dari serbuah
musuh, tanpa diembel-embeli fungsi-fungsi politik dan
ekonomi, seperti yang sekarang masih kita lihat di negara kita.
(c). Menarik pasukan-pasukan
TNI/Angkatan Darat dan Brimob dari daerah Sulawesi Tengah
bagian Timur, baik pasukan yang beroperasi secara terbuka, maupun pasukan-
pasukan yang beroperasi secara terselubung.
(d). Memprioritaskan
pemanfaatan tenaga Polisi untuk pengamanan di daerah kerusuhan, dengan meningkatkan profesionalisme mereka
dalam menghadapi gejolak, unjuk rasa, dan
bentuk-bentuk kerusuhan sosial lainnya dengan teknik pengendalian huru hara
tanpa membunuh.
(e). Menggalakkan pendekatan
antara calon penanam modal dengan rakyat setempat dengan menghormati hak-hak
rakyat – baik penduduk asli, petani pendatang (transmigran),
penduduk di kawasan pemukiman setempat, maupun buruh -- , tanpa pendekatan keamanan, yakni menakut-nakuti rakyat
dengan intervensi militer berupa latihan perang-perangan, unjuk kekuatan fisik
(show of force ) yang selama ini dilakukan di Sulawesi Tengah
bagian Timur, khususnya di Kabupaten Banggai.
Berikut foto-foto korban
kerusuhan poso
BAB 3 : Hubungan Antara Individu, Masyarakat dan Keluarga
Kenakalan
remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku
menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi
karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial
ataupun dari nilai dan norma social yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat
dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial.
Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa
ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur
tersebut berarti telah menyimpang.
Masalah sosial
perilaku menyimpang dalam tulisan tentang “Kenakalan Remaja” bisa melalui
pendekatan individual dan pendekatan sistem. Dalam pendekatan individual
melalui pandangan sosialisasi. Berdasarkan pandangan sosialisasi, perilaku akan
diidentifikasi sebagai masalah sosial apabila ia tidak berhasil dalam melewati
belajar sosial (sosialisasi). Tentang perilaku disorder di kalangan anak dan
remaja (Kauffman , 1989 : 6) mengemukakan bahwa perilaku menyimpang juga dapat
dilihat sebagai perwujudan dari konteks sosial. Perilaku disorder tidak dapat
dilihat secara sederhana sebagai tindakan yang tidak layak, melainkan lebih
dari itu harus dilihat sebagai hasil interaksi dari transaksi yang tidak benar
antara seseorang dengan lingkungan sosialnya
HASIL PENELITAN
A. Bentuk
Kenakalan Yang Dilakukan Responden
Berdasarkan
data di lapangan dapat disajikan hasil penelitian tentang kenakalan remaja
sebagai salah satu perilaku menyimpang hubungannya dengan keberfungsian sosial
keluarga di Pondok Pinang pinggiran kota metropolitan Jakarta. Adapun ukuran
yang digunakan untuk mengetahui kenakalan seperti yang disebutkan dalam
kerangka konsep yaitu (1) kenakalan biasa (2) Kenakalan yang menjurus
pada pelanggaran dan kejahatan dan (3) Kenakalan Khusus. Responden dalam
penelitian ini berjumlah 30 responden, dengan jenis kelamin laki-laki 27
responden, dan perempuan 3 responden. Mereka berumur antara 13 tahun-21 tahun.
Terbanyak mereka yang berumur antara 18 tahun-21 tahun.
Bentuk Kenakalan Remaja Yang
Dilakukan Responden (n=30)
Bentuk Kenakalan
|
f
|
%
|
1. Berbohong
2. Pergi
keluar rumah tanpa pamit
3. Keluyuran
4. Begadang
5. membolos
sekolah
6. Berkelahi
dengan teman
7. Berkelahi
antar sekolah
8. Buang
sampah sembarangan
9. membaca
buku porno
10. melihat gambar porno
11. menontin film porno
12. Mengendarai kendaraan bermotor tanpa
SIM
13. Kebut-kebutan/mengebut
14. Minum-minuman keras
15. Kumpul kebo
16. Hubungan sex diluar nikah
17. Mencuri
18. Mencopet
19. Menodong
20. Menggugurkan Kandungan
|
30
30
28
26
7
17
2
10
5
7
5
21
19
25
5
12
14
8
3
2
|
100
100
93,3
98,7
23,3
56,7
6,7
33,3
16,7
23,3
16,7
70,0
63,3
83,3
16,7
40,0
46,7
26,7
10,0
6,7
|
Bahwa seluruh
responden pernah melakukan kenakalan, terutama pada tingkat kenakalan biasa
seperti berbohong, pergi ke luar rumah tanpa pamit pada orang tuanya,
keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan dan jenis
kenakalan biasa lainnya. Pada tingkat kenakalan yang menjurus pada pelanggaran
dan kejahatan seperti mengendarai kendaraan tanpa SIM, kebut-kebutan,
mencuri,minum-minuman keras, juga cukup banyak dilakukan oleh responden. Bahkan
pada kenakalan khususpun banyak dilakukan oleh responden seperti hubungan seks
di luar nikah, menyalahgunakan narkotika, kasus pembunuhan, pemerkosaan, serta
menggugurkan kandungan walaupun kecil persentasenya. Terdapat cukup banyak dari
mereka yangkumpul kebo. Keadaan yang demikian cukup memprihatinkan. Kalau hal
ini tidak segera ditanggulangi akan membahayakan baik bagi pelaku, keluarga,
maupun masyarakat. Karena dapat menimbulkan masalah sosial di kemudian hari
yang semakin kompleks.
BAB 4 : Pemuda
dan Sosialisasi
Akhir-akhir ini, hampir setiap media massa mengkaji berita tentang tawuran atau kekerasan antarpelajar. Hal ini telah menjadi bahan perbincangan publik yang tiada hentinya. Tawuran antar pelajar sudah sangat sering terjadi, bahkan telah membudaya dan turun temurun sejak beberapa tahun terakhir ini. Memang sungguh merupakan fenomena yang memprihatinkan bagi kita semua.
Tawuran pelajar ini merupakan salah satu bentuk sikap negatif pemuda khususnya di kalangan pelajar yang meresahkan masyarakat.Kurangnya pemahaman mengenai rasa bersosialisasi antar manusia mengakibatkan seorang pemuda mempunyai rasa bangga karena banyak kawan dan merasa diri popular, mempunyai kekuatan fisik, kelihaian, dan sebagainya. Namun hal seperti itulah yang akan membuat pemuda tersebut terlihat bodoh.
Dengan melihat fenomena yang memprihatinkan ini, sudah sepantasnya bagi kita semua untuk mencoba mencari solusi atau jawaban atas realita yang ada. Tawuran atau kekerasan antarpelajar kini harus dicegah, karena masa depan bangsa ini sesungguhnya ada di tangan mereka.
BAB 5 : Warganegara dan Negara
Akhir-akhir ini, hampir setiap media massa mengkaji berita tentang tawuran atau kekerasan antarpelajar. Hal ini telah menjadi bahan perbincangan publik yang tiada hentinya. Tawuran antar pelajar sudah sangat sering terjadi, bahkan telah membudaya dan turun temurun sejak beberapa tahun terakhir ini. Memang sungguh merupakan fenomena yang memprihatinkan bagi kita semua.
Tawuran pelajar ini merupakan salah satu bentuk sikap negatif pemuda khususnya di kalangan pelajar yang meresahkan masyarakat.Kurangnya pemahaman mengenai rasa bersosialisasi antar manusia mengakibatkan seorang pemuda mempunyai rasa bangga karena banyak kawan dan merasa diri popular, mempunyai kekuatan fisik, kelihaian, dan sebagainya. Namun hal seperti itulah yang akan membuat pemuda tersebut terlihat bodoh.
Dengan melihat fenomena yang memprihatinkan ini, sudah sepantasnya bagi kita semua untuk mencoba mencari solusi atau jawaban atas realita yang ada. Tawuran atau kekerasan antarpelajar kini harus dicegah, karena masa depan bangsa ini sesungguhnya ada di tangan mereka.
BAB 5 : Warganegara dan Negara
Yaitu dalam hal perkawinan campuran
antara negara asli indonesia dengan Negara Lain, dalam perundang-undangan di
Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”yang dimaksud dengan perkawinan campuran
dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia
tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah
satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.
Persoalan
yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah
kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip
kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran
hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan
bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini
menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah,
tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing.
Definisi
anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
adalah : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Dengan
demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap
melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa
diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum. Anak yang
lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki
kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang
berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti
kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak
akan memiliki dua kewarganegaraan.
BAB 6 : Pelapisan
Sosial dan Kesamaan Derajat
Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi
atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata.
Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat
naik ke strata atas.
Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar
dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan.
Mobilitas sosial akan lebih mempercepat
tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.
Contoh: Indonesia yang sedang mengalami
perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan
lebih cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya yang memiliki kualitas.
Kondisi ini perlu didukung dengan peningkatan dalam bidang pendidikan.
Transportasi jika ditilik dari sisi sosial
lebih merupakan proses afiliasi budaya dimana ketika seseorang melakukan
transportasi dan berpindah menuju daerah lain maka orang tersebut akan menemui
perbedaan budaya dalam bingkai kemajemukan Indonesia. Disamping itu sudut pandang sosial juga
mendeskripsikan bahwa transportasi dan pola-pola transportasi yang terbentuk
juga merupakan perwujudan dari sifat manusia. Contohnya, pola pergerakan
transportasi penduduk akan terjadi secara massal dan masif ketika mendekati
hari raya. Hal ini menunjukkan perwujudan sifat manusia yang memiliki tendesi
untuk kembali ke kampung halaman setelah lama tinggal di perantauan.
Pada umumnya perkembangan sarana transportasi
di Indonesia berjalan sedikit lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara
lain seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh perbedaan regulasi
pemerintah masing-masing negara dalam menangani kinerja sistem transportasi
yang ada. Kebanyakan dari Negara maju menganggap pembangunan transportasi
merupakan bagian yang integral dari pembangunan perekonomian. Pembangunan
berbagai sarana dan prasarana transportasi seperti halnya dermaga, pelabuhan,
bandara, dan jalan rel dapat menimbulkan efek ekonomi berganda (multiplier
effect) yang cukup besar, baik dalam hal penyediaan lapangan
kerja, maupun dalam memutar konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan
regional.
Kurang tanggapnya pemerintah dalam menanggapi
prospek perkembangan ekonomi yang dapat diraih dari tansportasi merupakan hal
yang seharusnya dihindari. Sistem transportasi dan logistik yang efisien
merupakan hal penting dalam menentukan keunggulan kompetitif dan juga terhadap
pertumbuhan kinerja perdagangan nasional dalam ekonomi global. Jaringan urat
nadi perekonomian akan sangat tergantung pada sistem transportasi yang andal
dan efisien, yang dapat memfasilitasi pergerakan barang dan penumpang di
berbagai wilayah di Indonesia.
Seperti yang dijelaskan diatas seiring dengan
berkembangnya sector industri dan teknologi transportasi terjadi perubahan juga
dari “kebutuhan” menjadi “gaya hidup”. Seseorang enggan menggunakanangkutan kota
dan lebih memilihberkendara sengan kendaraan pribadi karena lebih
efisian.maksudnya dapat sampai ditempat tujuantanpa harus berganti
kendaraan.Selain itu kendaraan pribadi memberi nilai lebih bagi pemiliknya.
Mereka yang mempunyai kendaraan lebih bagus atau mewah dari pada yang lain maka
akan berkedudukan diatas yang lainnya yang tidak mempunyai kendaraan yang lebih
mewah. Mewah tidaknya kendraan dan banyaknya kendaraa pribadi yang dimiliki
menempatkan pemiliknya pada status social yang lebih tinggi.
BAB 7 : Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan
Pasca Lebaran, penduduk DKI Jakarta diprediksi melonjak sebanyak 60 ribu jiwa. 3 juta jiwa warga Jakarta yang mudik membawa sanak saudaranya ke Ibukota untuk mengadu nasib. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (Foke) mengancam akan memulangkan kaum urban yang tidak punya kerjaan di Jakarta.
Sudah jadi tradisi arus balik perayaan Idhul Fitri diikuti ledakan jumlah penduduk di Jakarta. Masyarakat Ibukota yang mudik saat Lebaran, datang ke Jakarta lagi dengan menyertakan sanak saudaranya, untuk ikut mengadu nasib di Jakarta. Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, mencatat masyarakat Jakarta yang mudik ke beberapa daerah di Jawa dan Sumatera tahun ini mencapai 3 juta jiwa.Pasca Lebaran penduduk di Jakarta dipastikan bakal makin padat. Diprediksi 60 ribu jiwa kaum urban bakal masuk Ibukota untuk ikut mengadu nasib, mengais rezeki di Jakarta. Jika diamati, sejak tiga tahun terakhir memang tren urbanisasi pasca Lebaran menurun. Namun, penurunan angka urbanisasi itu tak selamanya berarti baik.
BAB 8 : Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat
Gerakan radikalisme dan konflik sosial diprediksi
masih akan terus terjadi pada tahun-tahun mendatang. Pada tahun 2012,
pemerintah dan khususnya aparat keamanan, harus mewaspadai terjadinya aksi radikalisme
yang terdiri dari konflik-konflik sosial dan kekerasan atas nama agama.
Demikian diungkapkan
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Lazuari Birru, Dhyah Ruth, Jumat (3/2/2012) di
Jakarta. Menurut Dhyah, radikalisme yang terkait dengan konflik-konflik sosial
bersumber dari deprivasi ekonomi, yaitu perasaan terpinggirkan secara ekonomi.
Selain itu, menurut
Dhyah, karena adanya perasaan kalangan masyarakat yang teralienasi, yaitu
perasaan terasing hidup di lingkungan sendiri. Lalu, adanya perasaan terancam
dari kelompok masyarakat, yaitu perasaan bahwa posisinya dilemahkan atau
tertekan.
Kelompok radikal, kata
Dhyah, berpotensi besar melakukan infiltrasi terhadap konflik-konflik sosial
yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Isu-isu marginalisasi, kesenjangan
ekonomi, dan kemiskinan, tetap menjadi fokus kampanye kelompok radikal.
Selain itu,
pertentangan kelas juga menjadi isu yang sangat mudah dimanfaatkan
kelompok-kelompok tertentu untuk menyulut kekerasan. Misalnya, buruh dengan
pengusaha atau petani dengan pengusaha agrobisnis atau perkebunan.
Dhyah mengungkapkan,
dari survei indeks radikalisme Lazuardi Birru tahun 2011, kelompok pekerjaan
petani, nelayan dan peternak memiliki indeks kerentanan tertinggi, yaitu 46,4.
Kemudian, kelompok pengangguran memiliki skor indeks kerentanan 44,8, dan
kelompok buruh dan pekerjaan serabutan mencapai 43.9.
"Skor itu berada
di atas titik aman, yaitu 33,3. Skor 0 menunjukkan tidak radikal dan skor 100
menunjukkan sangat radikal," jelasnya.
BAB 9 : Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan
![]() |
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
|
Ada terobosan lainnya yang akan dilakukan Pemerintah DKI Jakarta
periode Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama ini. Selain akan meluncurkan Kartu
Jakarta Sehat pada 10 November, Jokowi ingin warga miskin memiliki dokter
pribadi. Sehingga penyakit yang diderita bisa segera didiagnosis dan ditangani.
Caranya dengan melibatkan mahasiswa fakultas kedokteran di
beberapa universitas yang melakukan praktek kerja nyata. "Ingin sekali
setiap rumah tangga miskin punya dokter pribadi," ujar Wakil Gubernur DKI
Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, di Balai Kota Jakarta, Sabtu 3 November 2012.
Dengan itu, penyakit yang diderita warga miskin bisa segera
diketahui. Jika penyakit yang diderita cukup parah, warga pun bisa langsung
dirujuk ke rumah sakit yang terdekat.
Selain itu, kata Basuki, pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) membuat standar operasional prosedur (SOP) untuk rujukan agar bisa
diterapkan di RSUD milik DKI maupun puskesmas. "Sehingga nantinya warga
tidak menyerbu ke RSCM, tapi bisa disebar ke RSUD dan puskesmas di
Jakarta," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dien Emmawati, mengatakan
pihaknya bekerja sama dengan 11 universitas yang ada di Jakarta. Antara lain
Universitas Indonesia, Trisakti, Atmajaya, Universitas Islam Jakarta, Yarsih,
dan Tarumanegara. "Kami akan maksimalkan ko-as (ko-asisten atau asisten
dokter) di fakultas kedokteran yang ada di Jakarta," ujarnya.
Menurut Dien, untuk memaksimalkan program itu dibutuhkan 500
tenaga. Sebab ada sebanyak 1,2 juta warga miskin yang harus dilayani.
"Se-Jakarta butuh 500 ko-as, untuk melayani 1,2 juta jiwa warga
miskin," ujar dia.
BAB 10 : Agama dan Masyarakat
Masih jelas dalam ingatan kita kekejaman sekelompok orang di
Cikeusik, Pandeglang, beberapa bulan silam, di mana orang yang sudah tak
berdaya dihantam dengan batu, bambu, atau kayu beramai-ramai bergantian tanpa
ragu. Komnas HAM dalam laporannya menyimpulkan bahwa Insiden Cikeusik memang
direncanakan. Insiden yang menewaskan tiga orang Ahmadiyah ini juga dinyatakan
telah melanggar hak-hak warga negara, khususnya hak beragama, hak atas rasa
aman, hak untuk hidup, dan hak untuk memperoleh keadilan yang diatur dalam UU
No. 39 tahun 1999 tentang HAM.[1] Peristiwa tersebut pun tersebar dalam video
berdurasi kurang lebih 1 (satu) menit yang beredar luas di situs youtube.
Berjarak dua hari setelah Cikeusik, meletus peristiwa kekerasan
massal serupa di Temanggung, Jawa Tengah. Pada 8 Februari 2011, tiga bangunan
gereja dan sebuah sekolah Kristen dirusak massa, yang sebelumnya baru saja
membuat kericuhan di Pengadilan Negeri Temanggung yang saat itu menyidangkan
Antonius Richmond Bawengan.[2] Massa tidak terima vonis Bawengan karena
dianggap terlalu rendah. Mereka geram dan tak puas, akhirnya melampiaskan
kemarahannya dengan merusak Kantor PN Temanggung, Gereja Santo Petrus, Polres
Temanggung, Gereja Pantekosta, Gereja Bethel Indonesia, yang satu kompleks
dengan Sekolah Kristen Shekihah, bahkan 2 pos Polisi tak luput dari serangan
massa.
Jauh lebih lama sebelumnya, pada 12 September 2010, pagi hari
sekitar pukul 08.30 wib, ketika rombongan Jemaat HKBP Ciketing, Bekasi Timur,
sedang yang berjalan beriringan hendak melaksanakan ibadah, di tengah jalan
tiba-tiba melintas dari arah berlawanan lima motor dan menyerempet Jemaat,
sehingga terjadilah keributan. Seorang pengendara motor menusuk seorang jemaat
dan pendetanya tak berdaya saat dipukul kepalanya. Peristiwa ini merupakan
puncak dari rangkaian peristiwa sebelumnya yang dialami Jamaat HKBP Pondok
Timur Indah di Ciketing.
Ketiga kasus tersebut di atas sama-sama menyasar kelompok
minoritas, dengan penggunaan kekerasan berlebih serta dipicu atas dasar
kebencian terhadap suatu kelompok agama.
Peristiwa-peristiwa di atas hanya beberapa kasus yang muncul di
permukaan dan mendapat sorotan publik nasional maupun internasional. Meskipun
begitu, ternyata proses pemidanaan terhadap para pelaku kejahatan tersebut
hanya menghasilkan hukuman yang teramat ringan. Sebut saja persidangan para
pelaku penyerangan Ahmadiyah di Cikeusik, atas perbuatan yang membabi-buta itu,
kedua belas pelaku hanya divonis 3 hingga 6 bulan penjara, dan tidak ada beda
masa hukuman antara pelaku lapangan dengan penghasutnya.
Untuk peristiwa Temanggung dari 25 pelaku, seorang divonis 4
bulan penjara, seorang (penghasut) divonis 1 tahun penjara dan selebihnya
divonis 5 bulan penjara. Sedangkan penusuk Jemaat dan penganiaya Pendeta HKBP
di Ciketing, Bekasi masing-masing divonis 7 bulan penjara. Lebih parahnya,
orang yang menyebarkan sms untuk mengumpulkan massa, hanya divonis 5 bulan 15
hari atas kesalahan perbuatan tidak menyenangkan dan dibebaskan dari dakwaan
penghasutan.[3]
Melihat dari
karakteristiknya, kasus-kasus tersebut menjadi ancaman kehidupan umat beragama
di Indonesia karena menyasar kelompok agama lain, dengan dasar atau
mengatasnamakan agama tertentu. Kejahatan tersebut juga yang berdimensi sosial,
karena cenderung memberikan justifikasi suatu kelompok untuk menggunakan
kekerasan dalam berhadapan dengan orang lain dan memaksakan kehendaknya. Selain
itu, kejahatan ini juga harus dipahami sebagai kejahatan yang serius, melanggar
hak asasi yang paling fundamental, yakni hak untuk berkeyakinan.
sumber :
http://sorayaaya.blogspot.com
http://csheilla.blogspot.com
http://zahrinalia.wordpress.com
http://upenpenupen.blogspot.com
http://ilmusosialdasar-jevry.blogspot.com
https://docs.google.com/document/d/14ZG0RJzffB3y-6yVTreSCOGx0XOY03UHotsNImOlepo/edit
sumber :
http://sorayaaya.blogspot.com
http://csheilla.blogspot.com
http://zahrinalia.wordpress.com
http://upenpenupen.blogspot.com
http://ilmusosialdasar-jevry.blogspot.com
https://docs.google.com/document/d/14ZG0RJzffB3y-6yVTreSCOGx0XOY03UHotsNImOlepo/edit



Tidak ada komentar:
Posting Komentar