Senin, 07 April 2014

Perkembangan Budaya Lokal di Perguruan Tinggi

Perkembangan Budaya Lokal di Perguruan Tinggi

Pendahuluan

Latar Belakang


            Perguruan tinggi merupakan salah satu tempat dimana budaya lokal dapat juga dikembangkan. kebudayaan yang lahir dari setiap pembelajaran di perguruan tinggi akan membuat suaru perkembangan yang baru dalam kebudayaan. Karena pada dasarnya  perguruan tinggi adalah tempat dimana generasi-generasi muda akan meneruskan atau melanjutkan pendidikannya setelah meraka lulus dari Sekolah Menengah Atas. Di tempat seperti inilah budaya lokal dan juga seni budaya Indonesia harus dikembangkan dan dilestarikan oleh para generasi muda agar tetap terus berkembang dan juga agar merekaminimal mengenal dan tau budaya lokal dan juga seni budaya dari daerahnya masing-masing.
Budaya lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya asli dari suatu kelompok masyarakat tertentu. budaya lokal adalah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Akan tetapi, tidak mudah untuk merumuskan atau mendefinisikan suatu konsep budaya. kebudayaan hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas

PENGEMBANGAN BUDAYA LOKAL DI PERGURUAN TINGGI

          Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka masalahnya adalah :
Bagaimana pengembangan ilmu budaya local berpengaruh di perguruan tinggi
Apa dampak negativ  bagi perguruan tinggi?

Tujuan Penulisan
Penulis bertujuan untuk mendapat sebuah ilmu yang baru dan membagi ilmu-ilmu yang membaca artikel yang ditulis oleh penulis.

              BAB II

             PEMBAHASAN

2.1  Pengmbangan Budaya Di Perguruan Tinggi
Kebudayaan di dalam perguruan tinggi sangatlah beragam.Seperti memainkan sebuah aransemen music modern yaitu punk,rock,metal,reggae,R&B soul dll, Terkadang kita sering lupa akan adanya kebudayaan music yang ada di Indonesia,seperti  music tradisional yaitu gamelan,tanjidor,karapitan/sinden dlll.didalam perguruan tinggi sendiri jarangnya kegiatan mahasiswa yang memainkan sebuah aransemen music tradisional,karena bagi mahasiswa tersebut music itu terlalu kuno.
Apa negative bagi kebudayaan tradisional ? mungkin kebudayaan local mungkin akan punah dan mungkin hanya dapat diceritakan tanpa tidak bias dilihat pertunjukannya dan tidak bisa didengar bagaimana music tradisional tersebut.
Didalam perguruan tinggi diajarkan  untuk memecahkan masalah seperti berfikiran kreatif, dan belajar cara memecahkan masalah. Terdapat beberapa perkumpulan di dalam perguruan tinggi, membuat aransemen seperti Popcorn (pop keroncong)disitu mereka tidak hanya memainkan music pop tapi digabung dengan music keroncong dan menjadi sebuah aransemen yang baru,dan enak didengarkan.


                   BAB III

                   PENUTUP

                  Kesimpulan

Dari pembahasan diatas saya membuat kesimpulan bahwa budaya local jangan sampai ditinggalkan karena dapat menghilangkan suatu identitas suatu bangsa itu sendiri,mungkin peran mahasiswa menjaga kelestarian budaya local dan mempelajari budaya local dan dapat diajarkan kembali kepada anak cucu kita nanti.


            


Keseimpulan


Di dalam perguruan tinggi bertanggung jawab mengembangkan kebudayaan lokal dari masing masing daerah tempat berada.dan banya cara untuk memperkembangkan budaya di dalam lingkungan perguruan tinggi maksudnya mahasiswa atau siapapun yang termasuk di dalam kawasan sebuah salah satu perguruan tinggi harus bisa memberikan sesuatu karya atau kreastifitas dalam memperkembangkan suatu kesinian atau kebudayaan. dan perguruan tinggi seharusnya memiliki misi untuk mengembangkan perdidikan dan kebudayaan. perkembangan kebudayaan atau kesenian di daerah masing masin perguruan tinggi perlu memperlibatkan kerja sama dengan media masa dan elektronik untuk mengembangkan sesuatu kebudayaan dan kesenian yang di buat



DAFTAR PUSTAKA

http://www.4shared.com/file/d3WZ0FS9/makalah_ilmu_sosial_budaya_das.html?cau2=403tNull&ua=WINDOWS 

      REFERENSI

Prasetya, Joko Tri., Drs. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : PT Rineka Cipta
Yoeti, Oka A. 1985. Budaya Tradisional yang Nyaris Punah. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan

TANGGAL REFERENSI 1 – 4 – 2014 

Kontribusi Budaya Lokal Pada Seni Budaya Indonesia

Kontribusi Budaya Lokal Pada Seni Budaya Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar belakang

Indonesia merupakan Negara yang mempunyai beragam kebudayaan, tidak dipungkirislogan “ Bhineka Tunggal Ika “ merupakan symbol yang diakui dunia sebagai wujud dari bersatunya semua kebudayaan . hal tersebut merupakan kedahsyatan bagaimana Indonesia bisa mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keutuhan bangsa padahal memiliki suku yang berbeda-beda.
Bangsa yang plural ini , sangat dihargai Negara lainnya karena mampu bersatu dalam satu wadah , yaitu Negara Indonesia. Oleh karena itu, dalam rangka mempersatukan bangsa , melestarikan budaya merupakan faktor yang essensial . Seperti yang tertuang dalam undang-undang dasar 45 tentang kebudayaan :
Pasal 32
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Dalam melestarikan kebudayaan , kontribusi dari Pemerintah dan masyarakat sangatlah penting, kedua belah pihak bertanggung jawab dalam memelihara dan melestarikan budaya. Adanya kesediaan dari Pemerintah untuk membantu mempertahankan budaya , dan adanya rasa nasionalisme dari masyarakat kita , maka terpenuhilah semua kewajiban itu.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti keanekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat.
Multikultural semua orang tahu, memang banyak untuk perbedaaan kultur tapi untuk bisa memahami satu sama lain tidak cukup dengan hanya toleran. Banyak negara-negara termasuk Perancis yang melakukan , kita tahu bahwa ada banyak perbedaan dalam budaya tapi kita tidak bisa serta merta mengatakan bahwa kebudayaan itu suatu kemajemukan. Karena sering kali arus balik timbul konflik .
Pemahaman tentang keragaman budaya yang diimplementasikan dengan baik akan membawa kedamaian.Menarik isu bagaimana bisa mendamaikan banyak pihak yang bisa sangat berbeda latar belakang budaya. Itu tidak bisa hanya semata-mata slogan dengan suatu kekayaan budaya. Karena jauh lebih penting kita melihat kenyataan bahwa perbedaan itu ada muncul potensi konflik permasalahan juga, tapi bagaimana kita mengelola tanpa menutup mata terhadap perbedaan tadi.
Untuk mencegah pengaruh yang buruk, dan upaya untuk melestarikan dan mempersatukan budaya perlu adanya KONTRIBUSI dari semua pihak.
Kontribusi adalah Segala bentuk tindakan dan pemikiran yang bertujuan untuk mewujudkan sebuah cita-cita bersama.
Kontribusi pemerintah dan masyarakat merupakan wujud dari sebuah pengabdian dalam mewujudkan tujuan cita-cita bangsa dalam membesarkan Negara ini , salah satunya yaitu melestarikan budaya.
Kontribusi pemerintah dalam melestarikan kebudayaan adalah :
1. Mempublikasikan kebudayaan Indonesia kepada dunia seperti dengan memanfaatkanmedia cetak, maupun elektronik ;
2. Memberikan perhatian yang penuh terhadap kebudayaan – kebudayaan daerah agar kebudayaan tersebut tidak luntur dari masyarakat / agar tidak punah;
3. Memberi kesempatan setiap daerah dalam melestarikan budaya-nya seperti lewat pariwisata;
4. Menjaga kebudayaan dengan menciptakan stabilitas Negara yang aman dan kondusif;
5. Menciptakan perekonomian yang stabil sehingga pariwisata yang berhubungan dengan pelestarian budaya ikut berkembang dengan baik.
Selain itu, kontribusi masyarakat dalam pelestarian kebudayaan yaitu :
1. Ikut mempromosikan kebudayaan daerah mereka kepada masyarakat dunia melalui media apa saja, seperti media cetak ataupun elektronik , bahkan dari mulut ke mulut juga merupakan ajang promosi budaya yang ampuh;
2. Ikut memperkenalkan dan mengajarkan kebudayaan kita kepada anak , cucu , kerabat atau semua keluarga agar kebudayaan tersebut tidak luntur dan tetap mendarah daging dalam diri kita;
3.  Memberi kesempatan kepada kebudayaan lain dalam memperkenalkan kebudayaan mereka, hal tersebut mampu menambah wawasan kita dalam memahami kebudayaan orang lain;
4. Menjaga kebudayaan tidak hanya yang berbentuk kesenian namun, sikap dan perilaku masyarakat harus mewujudkan pribadi yang Pancasila;
5. Ikut menjaga dan menciptakan lingkungan yang kondusif dalam bermasyarakat sehingga tercipta masyarakat madani yang berbudaya.



B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
·         agar mahasiswa mampu memahami kontribusi pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan kebudayaaan;
·         mamapu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari dalam upaya pelestarian budaya, dan bagi Pemerintah mampu memberikan sumbangsih terhadap pelestarian budaya
·         Mampu meningkatkan kesadaran masyarakat secara luas , agar ikut berkontribusi dalam pelestarian budaya dan memahami mengapa kita perlu melestarikan kebudayaan;
C. Sasaran

Makalah ini ditujukan untuk semua pembaca, baik blogger maupun masyarakat luas mengenai kontribusi pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan budaya. Ada beberapa point sasaran yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Mampu memahami dasar kebudayaan sehingga ikut berperan dalam melestarikan budaya
b. Masyarakat yang berjiwa Pancasila mempunyai integritas budaya yang tinggi
c. Bersikap terbuka dan tanggap dengan lingkungan sekitar
d. Kontribusi dalam bermasyarakat.









BAB II

RUMUSAN MASALAH

Analisis permasalahan kontribusi pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan kebudayaan dengan memperhatikan dan mempertimbangkan  kondisi lingkungan internal maupun eksternal dilihat dari aspek :
1.   Kekuatan (Strength)
§           Pendekatan budaya yang terwujud dari rasa Nasionalisme warga Indonesia.
Pemuda dan pemudi Indonesia banyak yang memperlihatkan kemampuannya di berbagai panggung budaya;khususnya yang menyangkut seni dan ilmu pengetahuan. Seperti yang dilakukan Nana Krit , “Pengalaman dirinya yang di masa lalu pernah dibilang seperti nenek-nenek tatkala mengenakan batik tak membuatnya surut, bahkan hingga kini ia masih getol mempromosikan , mengenakan dan mengoleksi batik”. ( Kompas, 29 Oktober 2011 :12)
Adanya wadah kesenian yang ada di masyarakat seperti sanggar-sangar seni budaya , adanya Festival budaya yang merupakan ajang memperkenalkan kebudayaan,
§           Meningkatnya apresiasi terhadap aset budaya, termasuk seni. dan meningkatnya sistem pengelolaan, termasuk sistem pembiayaannya, sehingga aset budaya dapat berfungsi optimal sebagai sarana edukasi, rekreasi, dan pengembangan kebudayaan.
Adanya kegiatan – kegiatan budaya yang di sponsori oleh perusahaan atau yayasan swasta seperti kontribusi perusahaan swasta yang dilakukan oleh KOMPAS yang masih berpegang teguh dengan menggunakan bahasa yang baik dalam media cetaknya terlihat dengan di berikannya penghargaan media berbahasa terbaik untuk harian “ KOMPAS “ oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan kebudayaan dalam puncak acara Bulan bahasa 2011 serta Gerakan Nasional Cinta Bahasa Indonesia di Jakarta. ( Kompas, 29 Oktober 2011 :12)
§           Adanya peraturan yang jelas mengenai Pelestarian budaya yamg dilakukan Pemerintah.
Seperti yang tertuang dalam UUD 45 pasal 32 yang menjelaskan tentang pelestarian budaya, terlihat jelas bahwa Negara menjamin , menghormati dan memelihara kebudayaan bangsa. Bahkan wujud dari pedulinya Pemerintah terhadap kebudayaan bangsa bisa terlihat dengan banyaknya kegiatan – kegiatan pemerintah dalam pergaulan Internasional dengan membawa seni kebudayaan bangsa lewat pertukaran pelajar , kunjungan kerja maupun kegiatan lain; Penerbitan pedoman Etika Kehidupan Berbangsa:Rumusan dan Program Aksi yang merupakan penjelasan operasional dari TAP MPR-RI No. VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa sebagai tanggapan terhadap situasi krisis moral dan etika saat ini;
§           Adanya tujuan yang jelas dari peraturan Pemerintah mengenai pelestarian kebudayaan yang diserahkan kepada pemerintah daerah .
Otonomi daerah yaitu pengelolaan kekayaan budaya merupakan kewenangan pemerintah daerah .Hasil yang telah dicapai dalam upaya pengelolaan kekayaan budaya seperti penetapan Tana Toraja, Jatiluwih, Pakeran, dan  Pura Taman Ayun dalam daftar nominasi Warisan Dunia (UNESCO World Heritage List);
2.   Kelemahan (Weakness)
§           Masyarakat cenderung lebih cepat mengadopsi Budaya asing daripada melestarikan budaya sendiri.
Derasnya arus globalisasi mengakibatkan makin menipisnya batas-batas negara, terutama dalam konteks sosial budaya sehingga tidak ada budaya yang steril dari pengaruh budaya global . Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi berpengaruh pada dinamika sosial dan budaya masyarakat sehingga nilai-nilai solidaritas sosial,  kekeluargaan, keramahtamahan, dan rasa cinta tanah air yang pernah dianggap sebagai kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia cenderung makin pudar bersamaan dengan menguatnya nilai-nilai materialisme.
§           Masih rendahnya apresiasi masyarakat terhadap kebudayaan selain seni .
Masyarakat Indonesia yang terdiri dari bangsa yang beragam tentunya tidak sekedar seni daerah tapi juga bahasa atau seluruh hal yang terkait dengan perwujudan suatu kebudayaan. Kurangnya minat baca masyarakat dan lambatnya pertumbuhan budaya kewirausahaan yang bersifat progresif dan berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek);
§           Peraturan Pemerintah yang sudah jelas namun kurang tersosialisasi.
Adanya peraturan yang jelas dari pemerintah bukan jaminan untuk segera terealisasi program tersebut , adanya kendala tentang komunikasi dari semua pihak maka tujuan utana dari peraturan tersebut akan percuma .
§           Kurangnya pemahaman, apresiasi, dan komitmen pemerintah daerah di dalam pengelolaan pelestarian budaya berdampak pada makin menurunnya kualitas pengelolaan  kebudayaan.
Tanpa adanya pemahaman , apresiasi dan komitmen dalam meleestarikan kebudayaan maka tidak akan timbul kontribusi yang bermanfaat bagi perkembangan kebudayaan .
3.   Peluang (Opportunity)
§           Banyaknya pendekatan kebudayaan sebagai wujud rasa cinta tanah air.
Pendekatan budaya yang dimaksud seperti mengunjungi kantong – kantong budaya Indonesia , seperti yang dilakukan Noviendi yang mendatangi 30 provinsi dari 33 provinsi yang ada, dan berkembangan interaksi yang harmonis antarkelompok masyarakat yang memperkuat semangat keindonesiaan; dan berkembangnya berbagai wujud ikatan kebangsaan (keterikatan rasional dan emosional).
§           Maraknnya atau menjamurnya acara dalam media informasi tetntang kebudayaan daerah
Dengan adanya acara – acara atau kegiatan tersebut secara tidak langsung mampu memperkenalkan budaya antar daerah sehingga fungsi informasi dan edukasi mampu terwujud kepada masyarakat luas;
§           Terciptanya stabilitas Negara yang aman yang membuat semakin berkembangnya kebudayaan bangsa,
Kontribusi pemerintah dalam bidang ini sangatlah besar , dengan peraturan yang ada Pemerintah mampu mengendalikan stabilitas keamanan & stabilitas ekonomi bangsa.
§           Dengan adanya Perda Otonomi Daerah, kebudayaan daerah mampu berkembang.
Pelestarian kebudayaan tidak lagi tergantung pada Pemerintah Pusat, PEMDA mampu menunjukkan arah kemana pelestarian kebudayaanya . Masyarakatpun bisa lebih ikut andil dalam melestarikan kebudayaannya.
4.Tantangan/Hambatan (Threats)
§           Terhambatnya pelestarian Kebudayan oleh Masyarakat hanya karena masalah materi.
tergantungnya masyarakat pada Aspek materiil mempersempit ruang pelestarian kebudayaan, masih kurangnya kemampuan ekonomi berakibat pada penjualan aset kebudayaan bangsa.
§           Penetrasi kebudayaan asing membuat generasi muda kehilangan jati diri.
Dalam berkontribusi melestarikan kebudayaan , kita tidak boleh kehilangan jati diri, kebudayaan bangsa ini akan terlihat dari karakter pribadi .
§           Banyaknya konflik yang timbul sebagai akibat salahnya pemahaman antar kebudayaan.
Peran pemerintah disini adalah sebagai polisi kebudayaan yang mampu menjadi penjaga serta pemersatu jika terjadi kesalahpahaman tersebut.
§           Makin menurunnya kualitas pengelolaan kekayaan budaya .
menurunnya kualitas pengelolaan kekayaan budaya disebabkan dari berbagai factor seperti Pengelolaan kekayaan budaya belum sepenuhnya menerapkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) sehingga kualitas layanannya kurang optimal.













BAB III


SIKAP HORMAT KEPADA ALAM
Menghormati alam berarti bahwa alam dilihat manusia sebagai pemberian yg memperkaya hidpup nya dan menantang kreativitas nya. Di negri mesir kuno, matahari dipuja sebagai dewi Ra. banyak suku menyembah api. Contoh-contoh ini membuktikan bahwa manusia sedemikian menyadari ketergantungannya pada cahaya dan api, sehingga kedua nya di dewa kan. Agama-agama besar di zaman ini menyembah allah sebagai pencipta alam. Pergeseran itu tidak boleh mengakibat kan perubahan sikap terhadap alam. Sadar akan ketergantungan pada alam raya, manusia sampai kepada kesadarannya akan keterantungan nya pada allah.


KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Mengembangkan dan memperkuat jati diri bangsa, pengelolaan keragaman budaya, dan pengembangan berbagai wujud ikatan kebangsaan merupakan wujud dari kontribusi masyarakat dan Pemerintah  dalam melestarikan kebudayaan;
Meningkatkan kemampuan bangsa dalam melestarikan budaya dan untuk menciptakan keserasian hubungan, baik antarunit sosial dan budaya maupun antara budaya lokal dan budaya nasional, dalam bingkai keutuhan NKRI;
Kesadaran masyarakat dalam melestarikan kebudayaan , termasuk seluruh apresiasi yang dilakukan masyarakat dalam melestarikan budaya merupakan wujud rasa cinta terhadap tanah air;
Kontribusi Pemerintah dan masyarakat secara luas adalah saling terkait dan tidak bisa berjalan sendiri – sendiri.
Rekomendasi
Peran Pemerintah :
Pemerintah merupakan komando dalam melestarikan kebudayaan sehingga Pemerintah harus lebih memberikan kesempatan dan memberikan peluang bagi kebudayaan daerah maupun kebudayaan nasional
yang belum berkembang yaitu dengan meningkatkan perekonomian, pendidikan dan stabilitas nasional, selain itu kerjasama antar Negara juga diperlukan guna memperkenalkan kebudayaan bangsa .
Peran Masyarakat:
Masyarakat adalah cermina dari suatu bangsa , suatu bangsa akan dihargai dengan kebudayaannya sehingga, kita sebagai Masyarakat hendaknya selalu menjag dan ikut mempertahankan kebudayaan agar tidak diklaim oleh Negara lain.





DAFTAR PUSTAKA

Sumber :
NIN. Pemuda berperan dalam pengembangan Budaya. Jakarta : Kompas . 2011.
Referensi
Buku Ilmu Budaya Dasar Buku Panduan C 2001, 1992 Asosiasi PerguruanTinggi Katolik (APTIK) Diterbitkan oleh PT Prenhallindo


30 – 03 – 2014 SENIN

NAMA  : DENDRY RENOVALDIO
NPM     : 12113164
KELAS : 1KA07

PERAN AGAMA DALAM PERKEMBANGAN BUDAYA LOKAL

PERAN AGAMA DALAM PERKEMBANGAN BUDAYA LOKAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam di Indonesia disebut sebagai suatu entitas karena memiliki karakter yang khas yang membedakan Islam di daerah lain, karena perbedaan sejarah dan perbedaan latar belakang geografis dan latar belakang budaya yang dipijaknya. Selain itu, Islam yang datang ke sini juga memiliki strategi dan kesiapan tersendiri antara lain: Pertama, Islam datang dengan mempertimbangkan tradisi, tradisi berseberangan apapun tidak dilawan tetapi mencoba diapresiai kemudian dijadikan sarana pengembangan Islam. Kedua, Islam datang tidak mengusik agama atau kepercayaan apapun, sehingga bisa hidup berdampingan dengan mereka. Ketiga, Islam datang mendinamisir tradisi yang sudah usang, sehingga Islam diterima sebagai tradisi dan diterima sebagai agama. Keempat, Islam menjadi agama yang mentradisi, sehingga orang tidak bisa meninggalkan Islam dalam kehidupan mereka.








B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara Islam masuk ke Indonesia ?
2. Bagaimana hubungan agama Islam dengan budaya lokal ?
3. Apa peran agama menghadapi perubahan nilai ?
4. Apa fungsi agama terhadap perkembangan dan perubahan budaya ?







BAB II
PERAN AGAMA TERHADAP
PERKEMBANGAN BUDAYA LOKAL

A. CARA ISLAM MASUK KE INDONESIA
Pada awalnya Islam masuk ke Indonesia dengan penuh kedamaian dan diterima dengan tangan terbuka, tanpa prasangka sedikitpun. Bersama agama Hindu dan Budha, Islam memperkenalkan civic culture atau budaya bernegara kepada masyarakat di negri ini. Para wali menyebarkan dan memperkenalkan Islam melalui pendekatan budaya, bukan dengan Al Quran di tangan kiri dan pedang di tangan kanan. Melalui alunan gamelan di depan masjid Demak, Sunan Kalijaga mengajar masyarakat kalimah syahadat. Seusai membaca syahadat, para mualaf dipersilahkan memasuki halaman masjid dan menikmati indahnya alunan gamelan. Di Madura, Pangeran Katandur memberi benih jagung dan mengajar masyarakat bertani sambil dilatih membaca kalimah syahadat. Dan ketika panen jagung tiba, masyarakat dibiarkannya merayakan panen dengan lomba lari sapi yang sekarang dikenal dengan karapan sapi.
Para wali di Jawa demikian juga berusaha memperkenalkan Islam melalui jalur tradisi, sehingga mereka perlu mempelajari Kekawian (sastra klasik) yang ada serta berbagai seni pertunjukan, dan dari situ lahir berbagai serat atau kitab. Wayang yang merupakan bagian ritual dan seremonial Agama Hindu yang politeis bisa diubah menjadi sarana dakwah dan pengenalan ajaran monoteis (tauhid). Ini sebuah kreativitas yang tiada tara, sehingga seluruh lapisan masyarakat sejak petani pedagang hingga bangsawan diislamkan melaui jalur ini. Mereka merasa aman dengan hadirnya Islam, karena Islam hadir tanpa mengancam tradisi, budaya, dan posisi mereka.

B. HUBUNGAN ISLAM DENGAN BUDAYA LOKAL
Agama Islam membiarkan kearifan lokal dan produk-produk kebudayaan lokal yang produktif dan tidak mengotori aqidah untuk tetap eksis. Jika memang terjadi perbedaan yang mendasar, agama sebagai sebuah naratif yang lebih besar bisa secara pelan-pelan menyelinap masuk ke dalam “dunia lokal” yang unik tersebut. Mungkin untuk sementara akan terjadi proses sinkretik, tetapi gejala semacam itu sangat wajar, dan in the long run, seiring dengan perkembangan akal dan kecerdasan para pemeluk agama, gejala semacam itu akan hilang dengan sendirinya.
Para ulama salaf di Indonesia rata-rata bersikap akomodatif. Mereka tidak serta merta membabat habis tradisi. Tidak semua tradisi setempat berlawanan dengan aqidah dan kontra produktif. Banyak tradisi yang produktif dan dapat digunakan untuk menegakkan syiar Islam. Lihat saja tradisi berlebaran di Indonesia. Siapa yang menyangkal tradisi itu tidak menegakkan syiar Islam? Disamping Ramadan, tradisi berlebaran adalah saat yang ditunggu-tunggu. Lebaran menjadi momentum yang mulia dan mengharukan untuk sebuah kegiatan yang bernama silaturrahim. Apalagi dalam era globalisasi dimana orang makin mementingkan diri sendiri. Dalam masyarakat Minangkabau misalnya, tradisi telah menyatu dengan nilai Islam. Lihat kearifan lokal mereka: Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah “adat bersendikan hukum Islam, hukun Islam bersendikan Al Quran.” Dalam tradisi lisan Madura juga dikenal abantal omba’, asapo’ iman yang bermakna bekerja keras dan senantiasa bertakwa.
Islam tidak pernah membeda-bedakan budaya rendah dan budaya tinggi, budaya kraton dan budaya akar rumput yang dibedakan adalah tingkat ketakwaannya. Disamping perlu terus menerus memahami Al Quran dan Hadist secara benar, perlu kiranya umat Islam merintis cross cultural understanding(pemahaman lintas budaya) agar kita dapat lebih memahami budaya bangsa lain.
Meluasnya Islam ke seluruh dunia tentu juga melintas aneka ragam budaya lokal. Islam menjadi tidak “satu”, tetapi muncul dengan wajah yang berbeda-beda. Hal ini tidak menjadi masalah asalkan substansinya tidak bergeser. Artinya, rukun iman dan rukun Islam adalah sesuatu yang yang tidak bisa di tawar lagi. Bentuk masjid kita tidak harus seperti masjid-masjid di Arab. Atribut-atribut yang kita kenakan tidak harus seperti atribut-atribut yang dikenakan bangsa Arab. Festival-festival tradisional yang kita miliki dapat diselenggarakan dengan menggunakan acuan Islam sehingga terjadi perpaduan yang cantik antara warna Arab dan warna lokal. Lihat saja, misalnya, perayaan Sekaten di Yogyakarta, Festival Wali Sangan, atau perayaan 1 Muharram di banyak tempat.
Dalam benak sebagian besar orang, agama adalah produk langit dan budaya adalah produk bumi. Agama dengan tegas mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Sementara budaya memberi ruang gerak yang longgar, bahkan bebas nilai, kepada manusia untuk senantiasa mengembangkan cipta, rasa, karsa dan karyanya. Tetapi baik agama maupun budaya difahami  (secara umum) memiliki fungsi yang serupa, yakni untuk memanusiakan manusia dan membangun masyarakat yang beradab dan berperikemanusiaan.

C. AGAMA MENGHADAPI PERUBAHAN NILAI
Era informasi dan globalisasi sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah berdampak hampir ke semua aspek kehidupan masyarakat. Perubahan masyarakat akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut membawa dampak yang besar pada budaya, nilai, dan agama. Nilai-nilai yang sementara ini dipegang kuat oleh masyarakat mulai bergeser dan ditinggalkan. Sementara nilai-nilai yang menggantikannya tidak selalu sejalan dengan landasan kepercayaan atau keyakinan masyarakat, sehingga penyimpangan nilai kian subur dan berkembang.

Dalam situasi seperti ini, remaja dan mahasiswa yang sedang berada dalam kondisi psikologis yang labil menjadi korban pertama sebagaimana terjadi dalam berbagai kasus hedonisme, konsumerisme, hingga peningkatan kenakalan remaja dan narkotika. Hal ini semakin membuktikan bahwa nilai-nilai hidup tengah bergeser sehingga membingungkan para remaja, menjauhkan mereka dari sikap manusia yang berkepribadian.

Laporan hasil polling Indonesia Foundation (Pikiran Rakyat,29/7 2005) menyebutkan, sedikitnya 38.288 orang remaja di Kabupaten Bandung diduga pernah melakukan seks pranikah. Jika jumlah remaja di Kabupaten Bandung mencapai 765.762 orang, mereka yang telah melakukan pelanggaran seksual sebesar 50,56%. Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat Dr. Siswanto Agus Wilopo, S.U., M.Sc., Sc.D. sebagaimana dilaporkan Pikiran Rakyat (Bandung, 6 April 2006) mengatakan, aborri di Indonesia terjadi 2-2,6 juta kasus per tahun dan dilakukan oleh penduduk usia 15-24 tahun. Selanjutnya ia menyarankan bahwa upaya preventif yang paling mendasar untuk mencegah aborsi oleh remaja dapat dilakukan melalui pengajaran norma-norma, budi pekerti, agama, dan moralitas yang bertanggung jawab dalam perilaku seksual.

Laporan tersebut menunjukkan, bahwa remaja kita, khususnya para pelajar dan mahasiswa sedang mengalami proses kegalauan nilai yang parah di mana pendidikan sebagai pembinaan nilai dan moral dituntut untuk dapat menanggulangi dan mengantisipasinya sehingga masa depan bangsa dapat diselamatkan. Berbagai fenomena pelanggaran moral di kalangan pelajar dan mahasiswa membuat khawatir sebagian besar masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Pendidikan moral yang selama ini menjadi garapan pendidikan dalam keluarga mulai dirasakan hampa makna, mengingat orang tua tenggelam dalam kesibukannya masing-masing. Sementara sekolah dan perguruan tinggi, padat dengan pencapaian tujuan kurikulum yang menonjolkan aspek kognitif. Output pendidikan lebih banyak menghasilkan pengetahuan, tetapi tidak mampu menghadapi tantangan hidup dan kehidupan (survive). Standar moral dan spiritual anak nyaris tanpa sentuhan, sehingga nilai dan norma yang tertanam pada diri anak hanya sesuatu yang absurd.

Rendahnya pendidikan masyarakat, sistem pendidikan yang tidak mapan, struktur ekonomi yang keropos, serta jati diri bangsa yang belum terinternalisasikan, menjadikan bangsa rentan terhadap nilai-nilai baru yang datang dari luar. Nilai-nilai Barat yang sebagian berseberangan dengan nilai-nilai ketimuran dengan mudah diadopsi, terutama oleh generasi muda. Nilai yang mudah ditiru pada umulnya adalah nilai-nilai yang berisi kesenangan, permainan, dan hedonisme yang sering kali membawa dampak buruk. Sebaliknya, nilai-nilai positif dari Barat seperti kecerdasan dan kemajuan iptek tidak dicerap dengan baik. Menghadapi persoalan tersebut, di kalangan ahli pendidikan sepakat untuk membina dan mengembangkan pendidikan nilai, moral, dan norma.

Nilai adalah patokan normatif yang memengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif (Kupperman, 1983). Nilai dilihat dalam posisinya adalah subjektif, yakni setiap orang sesuai dengan kemampuannya dalam menilai sesuatu fakta cenderung melahirkan nilai dan tindakan yang berbeda. Dalam lingkup yang lebih luas, nilai dapat merujuk kepada sekumpulan kebaikan yang disepakati bersama. Ketika kebaikan itu menjadi aturan atau menjadi kaidah yang dipakai sebagai tolok ukur dalam menilai sesuatu, maka itulah yang disebut norma. Jadi nilai adalah harga yang dituju dari sesuatu perilaku yang sesuai dengan norma yang disepakati. Sedangkan moral adalah kebiasaan atau cara hidup yang terikat pada pertanggungjawaban seseorang terhadap orang lain sehingga kebebasan dan tanggung jawab menjadi syarat mutlak.

Nilai, moral, dan norma merujuk kepada kesepakatan dari suatu masyarakat. Karena itu, nilai, moral, dan norma akan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat (relatif). Agama dipandang sebagai sumber nilai karena agama berbicara baik dan buruk, benar, dan salah. Demikian pula, agama Islam memuat ajaran normatif yang berbicara tentang kebaikan yang seyogianya dilakukan manusia dan keburukan yang harus dihindarkannya. Islam memandang manusia sebagai subjek yang paling penting di muka bumi sebagaimana diungkapkan Alquran (Q.S. 45:13) bahwa Allah menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi untuk manusia. Sedangkan ketinggian kedudukan manusia terletak pada ketakwaannya, yakni aktivitas yang konsisten kepada nilai-nilai Ilahiah yang diimplementasikan dalam kehidupan sosial.

Dilihat dari asal datangnya nilai, dalam perspektif Islam terdapat dua sumber nilai, yakni Tuhan dan manusia. Nilai yang datang dari Tuhan adalah ajaran-ajaran tentang kebaikan yang terdapat dalam kitab suci. Nilai yang merupakan firman Tuhan bersifat mutlak, tetapi implementasinya dalam bentuk perilaku merupakan penafsiran terhadap firman tersebut bersifat relatif.

Menelusuri makna nilai dalam perspektif Islam dapat dikemukakan konsep-konsep tentang kebaikan yang ditemukan dalam Alquran. Beberapa istilah dalam Alquran yang berkaitan dengan kebaikan, yaitu alhaq dan al-ma'ruf serta lawan kebaikan yang diungkapkan dalam istilah albathil, dan almunkar. Haq atau alhaq menurut pengertian bahasa adalah truth; reality; rightness, correctness; certainty, certitude dan real, true; authentic, genuine; right, correct, just, fair; sound, valid.

Alhaq diulang dalam Alquran sebanyak 109 kali. Alhaq mengandung arti kebenaran yang datang dari Allah, sesuatu yang pasti seperti datangnya hari akhir, dan lawan dari kebatilan. Alhaq dalam Alquran dikaitkan dengan Alquran sebagai bentuk sumber dan Muhammad sebagai pembawa yang menyampaikannya kepada manusia. Haq adalah kebenaran yang bersifat mutlak dan datang dari Tuhan melalui wahyu. Manusia diminta untuk menerima dengan tidak ragu-ragu mengenai kebenaran nilai tersebut (Q.S. 2:147). Haq bersifat normatif, global, dan abstrak sehingga memerlukan penjabaran sehingga dapat dilaksanakan secara operasional oleh manusia.

Sejalan dengan perkembangan budaya dan pola berpikir masyarakat yang materialistis dan sekularis, maka nilai yang bersumberkan agama belum diupayakan secara optimal. Agama dipandang sebagai salah satu aspek kehidupan yang hanya berkaitan dengan aspek pribadi dan dalam bentuk ritual, karena itu nilai agama hanya menjadi salah satu bagian dari sistem nilai budaya; tidak mendasari nilai budaya secara keseluruhan.

Pelaksanaan ajaran agama dipandang cukup dengan melaksanakan ritual agama, sementara aspek ekonomi, sosial, dan budaya lainnya terlepas dari nilai-nilai agama penganutnya atau dengan kata lain pelaksanaan ritual agama (ibadah) oleh seseorang terlepas dari perilaku sosialnya. Padahal, ibadah itu sendiri memiliki nilai sosial yang harus melekat pada orang yang melaksanakannya, misalnya orang yang salat ditandai dengan perilaku menjauhkan dosa dan kemunkaran, puasa mendorong orang untuk sabar, tidak emosional, tekun, dan tahan uji.

Aktualisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan sekarang ini menjadi sangat penting terutama dalam memberikan isi dan makna kepada nilai, moral, dan norma masyarakat. Apalagi pada masyarakat
D.     Peradaban Agama Islam dan Keragaman Kebudayaan secara Perspektif

Dalam hal ini Islam standpoint sebagai agama sekaligus peradaban. Standpoint tersebut punya banyak argumentasi, banyak penjelesan mengenai hal tersebut di dalam al – qur’an. Definisinya adalah bahwa di dalam al - qur’an di tuliskan “beragama dan menciptakan kebudayaan/peradaban. Yang menjadi persoalan ini apakah yang dibentuk islam kebudayaan tunggal atau beragam. Terhadap persoalan tersebut banyak ahli agama yang membahas hal ini, seperti Seyyed Hossein Nasr mengatakan bahwa “keragaman budaya dalam kesatuan spritual”(nasr, 1977),

Jawaban dimulai dengan perkembangan islam klasik dengan fokus pada peradapan kebudayaan tunggal dan berkembang menjadi kebudayaan yang beragam, lalu fakor-faktor pembentuk keragaman keragaman kebudayaan, kawasan-kawasan kebudayaan, dan terkhir apresiasi islam terhadap kebudayaan lokal.

1.       Perkembangan Peradapan Islam Klasik dari Kebudayaan Tunggal menjadi Kebudayaan yang Beragam.

Analisis hodgson(1974), Islam telah menampakkan eksistensinya pada periode keararifan tinggi, yaitu pada masa kekuasaan bani marwan dan banni abbasiyah awal,  yaitu pada waktu itu muslim membangun negara atau khalifah dan kebudayaan yang sangat luas wilayahnya dengan bahasa tunggal ilmu pengetahuan dan kebudayaan yaitu bahasa arab, dan agama islam lah sebagai pembentuk utama kebudayaana, dan banyak mengembangan tradisi tradisi baru.

Pada periode selanjutnya islam pertengahan awal, peradapan islam pun tumbuh dan berkembang menjadi peradaban internasional yang menyebar keluar batas wilayah, melalui lembaga sosial otonom, seperti organisasi ulama,sufi, dan organisasi komersial, yang melampui batas kekhalifahan dan mendorong terbangunan kecanggihan kultural atau kebudayaan tinggi dari tradisi-tradisi yang telah dikembangkan dimasa kekhalifahan tinggi. Dengan itu islam pun telah memasuki babak baru  dengan peradaban dan keragaman budaya.

Menurut analisis al-jabiri (1991), dinasti abbasiyah misalnyanya. Dengan disiplin yang tekun keilmuan islam dengan merengkontruksi bahasa dan agama yang berasal dari jaman jahiliya dan masa permulaan islam dengan pengguna logika dari aristoteles dan beberapa aspek pemikiran yunani, mengembangkan kebudayaan dengan pemikiran yang baru dan sendiri,yaitu epsitemologi bayani. Ada pula lagi dinasti fathimiyah juga menggunakan metode penalaran yunani terutama aristoteles, mengembangkan kebudayaan dengan corak epistemologi lain, yaitu epistemologi burhani, yang mencoba membangun kembali tradisi bayani, dan memperbaiki kekurangannya dan membuang paham paham lama dengan pemahaman yang baru.

Dari analisis-analisis diatas dapat di definisikan beberapa hal pertama, terdapat dialektka antara agama dan warisan kebudayaan pra-islam, telah memberikan warna baru pada pengembangan budaya islam. Kedua, otoritas kekuasan telah berperan sebagai faktor pembentuk keragaman kebudayaan.



2.       Faktor - Faktor Pembentuk Keragaman Kebudayaan

Adapun faktor pertama dalam pembentukan keragaman kebudayaan adalah otoritas dalam suatu persaingan dan perebutan dan dominasi kebudayaan sebagai ekpresi politik. Faktor kedua adalah paham ke agamaan, paham \-paham agama tersebut telah memain kan peranan sentral dalam memberikan rasa spritual, dan rasa kebudayaan di kawasan-kawasan tersebut. Faktor ketiga adalah ciri-ciri etnis dan rasial pemeluk islam. Faktor keempat adalah sejarah, kesamaan sejarah dan jenis kesadaran berpengaruh kuat dalam membentuk identitas kebudayaan menetapkan pola kebudayaan regional/lokal. Faktor kelima adalah ciri-ciri demografis dan geografis. Faktor- faktor tersebut kombinasi antar faktor biasanya bertanggung jawab  atas penciptaan keragaman kebudayaan dalam peradaban islam.


3.       Keragaman Kebudayaan Islam

Jadi secara garis besar kebudayaan islam dapat di petakan dalam lima kawasan :  arab, iran ,turki, melayu dan afrika hitam.
1.       Kawansan Arab
Kawasan arab kebudayaan islam adalah kawansan kebudayaan yang mendominan dengan bahasa arab sebagai salah satu bahasa kebudayaannya.
2.       Kawasan Iran
Kawasan Iran kebudayaan islam dicirikan dengan bahasa indo irannya yang sangat mendominan,ciri etnik, dan bnyak nya mendominasi agama islam persia dan bahasa persia.
3.       Kawasan Turki
Kawasan ini adalah kawasan yang dekat dengan kebudayaan islam persia.
4.       Kawasan Melayu
Kawansan melayu dari thailand hingga indonesia sampai dengan filiphina  merupakan kebudayaan islam yang paling luas. Walaupun di negara tersebut ada berbagai macam agama, tetapi tetap saja agama islam mendominan.
5.       Kawasan Afrika Hitam
Kawansan ini merupakan kawasan yang sudah memiliki kontak dengan islam atau hubungan dengan islam yang lumayan cukup lama sejak masa nabi(melalui migrasi sebagian kecil orang islam ke othopia)









E. FUNGSI DAN TUJUAN AGAMA TERHADAP PERKEMBANGAN DAN PERUBAHAN BUDAYA
Dalam konteks sosial, hubungan fungsional antara agama dan masyarakat sejauh menekankan aspek-aspek yang rasional dan humanis, atau sosial karitatif dalam masyarakat, dapat disebut sebagai suatu historical force yang turut menentukan perubahan dan perkembangan masyarakat.
Dalam hubungan ini, dapat dikatakan bahwa agama mampu menjadi katalisator pencegah terjadinya disintegrasi dalam masyarakat. Dan lebih dari itu, dengan kekuatan yang dimilikinya, agama dapat diharapkan membangun spiritualitas yang memberi kekuatan dan pengarahan dalam memecahkan segala problem sosial, mengatasi rasa frustrasi sosial, penindasan dan kemiskinan. Sosiolog Peter L Berger (1991) mengemukakan hal yang sama, bahwa agama merupakan sistem simbolik yang memberikan makna dalam kehidupan manusia yang bisa memberikan penjelasan secara meyakinkan, serta paling komprehensif tentang realitas, tragedi sosial dan penderitaan atau rasa ketidakadilan.
Memahami agama sebagai gejala kebudayaan tentu bersifat kontekstual, yakni memahami fenomena keagamaan sebagai bagian dari kehidupan sosial kultural. Dalam hal ini agama dikembalikan kepada konteks manusia yang menghayati dan meyakininya, baik manusia sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Dalam setiap agama, tentu diajarkan nilai-nilai yang melahirkan norma atau aturan tingkah laku para pemeluknya, walaupun pada dasarnya sumber agama itu adalah nilai-nilai transenden. Keyakinan religius demikian, yang oleh Berger dikatakan dapat membentuk masyarakat kognitif, memberi kemungkinan bagi agama untuk berfungsi menjadi pedoman dan petunjuk bagi pola tingkah laku dan corak sosial. Di sinilah agama dapat dijadikan sebagai instrumen integratif bagi masyarakat. Karena agama tidak berupa sistem kepercayaan belaka, melainkan juga mewujud sebagai perilaku individu dalam sistem sosial.
Intelektual seperti Soedjatmoko (1984) juga mengakui agama menjadi penggerak dan pemersatu masyarakat secara efektif. Karena, agama lebih dari ideologi sekuler mana pun, merupakan sistem integrasi yang menyeluruh. Agama mengandung otoritas dan kemampuan pengaruh untuk mengatur kembali nilai-nilai dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai masyarakat. Dengan demikian, fungsi sosial agama adalah memberi kontribusi untuk mewujudkan dan mengekalkan suatu orde sosial (tatanan kemasyarakatan). Secara sosiologis memang tampak ada korelasi positif antara agama dan integrasi masyarakat; agama merupakan elemen perekat dalam realitas masyarakat yang pluralistik.











BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Islam masuk ke Indonesia dengan penuh kedamaian dan diterima dengan tangan terbuka, tanpa prasangka sedikitpun. Bersama agama Hindu dan Budha, Islam memperkenalkan civic culture atau budaya bernegara kepada masyarakat di negri ini. Para wali menyebarkan dan memperkenalkan Islam melalui pendekatan budaya.
Dalam benak sebagian besar orang, agama adalah produk langit dan budaya adalah produk bumi. Agama dengan tegas mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Sementara budaya memberi ruang gerak yang longgar, bahkan bebas nilai, kepada manusia untuk senantiasa mengembangkan cipta, rasa, karsa dan karyanya. Tetapi baik agama maupun budaya difahami  (secara umum) memiliki fungsi yang serupa, yakni untuk memanusiakan manusia dan membangun masyarakat yang beradab dan berperikemanusiaan.
Sejalan dengan perkembangan budaya dan pola berpikir masyarakat yang materialistis dan sekularis, maka nilai yang bersumberkan agama belum diupayakan secara optimal. Agama dipandang sebagai salah satu aspek kehidupan yang hanya berkaitan dengan aspek pribadi dan dalam bentuk ritual, karena itu nilai agama hanya menjadi salah satu bagian dari sistem nilai budaya; tidak mendasari nilai budaya secara keseluruhan.
Aktualisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan sekarang ini menjadi sangat penting terutama dalam memberikan isi dan makna kepada nilai, moral, dan norma masyarakat. Apalagi pada masyarakat Indonesia yang sedang dalam masa pancaroba ini. Aktualisasi nilai dilakukan dengan mengartikulasikan nilai-nilai ibadah yang bersifat ritual menjadi aktivitas dan perilaku moral masyarakat sebagai bentuk dari kesalehan social.

B. SARAN
Islam adalah agama berbudaya, agama peradaban. Yang harus dilakukan umat Islam Indonesia supaya menjadi Islam yang kontributif, Islam garda depan, dan menjadi penyumbang terbesar dalam mewujudkan Islam  keindonesiaan adalah dengan terus memperbaiki diri. Mimpi tentang Islam yang membumi adalah sebuah wacana yang sangat indah. Umat Islam Indonesia harus mencari formula yang benar dan tepat untuk mewujudkan mimpi itu menjadi kenyataan.nilai-nilai Islam harus menjadi sumber yang mengilhami cita-cita Negara (wellspring for state direction), menjadi nilai-nilai yang berlaku umum (civic values) dan menjadi moralitas public (public morality). Umat Islam Indonesia harus menjadi pelopor penegakan Bhineka Tunggal Ika. Islam bukanlah agama yang kaku, karena tawar-menawar yang tidak mengotori aqidah selalu terbuka, termasuk tawar menawar dengan budaya setempat.







DAFTAR PUSTAKA
  1. http://www.awankpoenya.co.cc/2008/11/era-informasi-dan-globalisasi-sebagai_13.html
  2. http://pustaka.bkkbn.go.id/index.php?o;ption=com_content&task=view&id=109&Itemid=93
  3. AGAMA DAN PLURALITAS : Edisi revesi di terbitkan oleh penebit pusat studi budaya dan perubahan sosialUniversitas muhammadiyah negri surakarta.
TANGGAL REFRENSI 30 – 3 – 2014 SENIN

NAMA  : DENDRY RENOVALDIO
NPM    : 12113164
KELAS : 1KA07